Uang Elektronik Syariah: Transaksi Berkah untuk Mencegah Penyebaran Covid-19

  • Whatsapp
gambar: Internet

Oleh: Shofia Husna

Demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19 (coronavirus disease 2019) dibutuhkan upaya dan kerjasama bukan hanya dari pemerintah, tim medis, atau komunitas saja, tetapi juga upaya dari seluruh masyarakat untuk ikut serta mengurangi kemungkinan penyebaran virus dengan melakukan physical distancing.

Baca Juga:

Oleh karena itu, perlu upaya masyarakat agar tetap menjaga jarak saat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara yang bisa kita dilakukan adalah dengan menerapkan metode pembayaran non-tunai.

Dengan menerapkan metode pembayaran non-tunai, masyarakat dapat mengurangi kontak langsung ketika bertransaksi. Hal ini dapat membantu upaya penyebaran virus corona. Dengan menggunakan transaksi digital tentunya hal ini menjadi lebih aman dan nyaman dibanding kita menggunakan uang kertas pada saat ini.

Pasalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa uang tunai mungkin dapat menjadi media penyebaran virus corona.

Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi uang elektronik atau non-tunai meningkat pesat di masa pandemi virus corona (covid-19). Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapman transaksi uang elektronik pada April 2020 telah mencapai Rp17,6 triliun atau meningkat 16,7 persen dibandingkan Maret dan 64,5 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya.

Sebelum lebih jauh membahas tentang Uang Elektronik, kita lihat dulu apa definisi dari uang elektronik yang selama ini kita gunakan. Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat pembayaran nontunai yang nilai uangnya disimpan secara elektronik di dalam media server ataupun chip yang dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran atau transfer dana.

Fungsi Uang elektronik pun berbagai macam, yaitu dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di banyak tempat dan tidak dikategorikan sebagai simpanan uang di bank. Uang elektronik juga disebut sebagai “prabayar”. Ini artinya, sama seperti uang tunai, penggunanya tidak bisa menggunakan kalau tidak memiliki saldo.

Dengan ramainya transaksi menggunakan uang elektronik, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang uang elektronik syariah. Kajian MUI yang membahas prinsip syariah penggunaan uang digital dan kriteria syar’i uang elektronik termaktub dalam Fatwa DSN No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah.

Fatwa tersebut dikeluarkan DSN MUI pada bulan September 2017 sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menggunakan u-nik (uang elektronik) yang sesuai dengan ketentuan syari’at agama Islam.Sebelumnya, ramai jadi topik pembicaraan yang menyebut bahwa uang elektronik mengandung unsur riba karena memberi potongan harga.

Promo atau diskon uang elektronik dikatakan menjadi riba karena penempatan dana float di giro perbankan. Alhasil, dana itu mendapatkan bunga bank sehingga diskon atau promo yang diterima konsumen telah dianggap sebagai keuntungan atau riba setelah meminjamkan uang kepada penyedia aplikasi.

Berikut poin-poin penting u-nik (uang elektronik) syariah yang perlu kita ketahui:

1. Terhindar dari transaksi yang dilarang. Uang elektronik tidak boleh digunakan untuk transaksi yang dilarang dalam syari’at agama Islam.
2. Biaya layanan menggunakan prinsip ganti rugi. Artinya, biaya penggunaan layanan ini berdasarkan biaya riil sesuai prinsip ganti rugi (ijarah).
3. Dana harus ditempatkan pada bank syariah. Hal ini dimaksud untuk menjaga agar dana masyarakat yang mengendap di u-nik diputar sesuai dengan ketentuan syariah.
4. Akad yang berlaku antara penyelenggara dan penerbit adalah ijarah, ju’alah dan wakalah bil ujrah. Yang dimaksud dengan pihak penyelenggara sistem pembayaran nontunai yaitu meliputi: prinsipal, acquirer, pedagang, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesaian akhir.
6. Akad yang berlaku antara penerbit dan pengguna u-nik adalah wadiahatau qardh. Alasannya, nominal uang di dalam chip atau server bisa digunakan atau ditarik kapan saja.
7. Akad yang berlaku antara penerbit dan agen layanan keuangan digital (LKD) adalah ijarah, ju’alah, dan wakalah bi al-ujrah.

Dalam transaksi pembayaran pada u-nik terdapat prinsip-prinsip syariah yang harus diterapkan pada uang elektronik agar sesuai dengan ketentuan uang elektronik syariah. Berikut prinsip yang harus diterapkan :

1. Tidak mengandung Maysir
Maysir yaitu transaksi yang mengandung unsur untung-untungan atau spekulatif yang tinggi.

2. Tidak mendorong Israf
Israf adalah tindakan yang terlalu melampaui batas atau berlebihan.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S Al-A’raf [7]:31)

Saat ini sudah ada uang digital dan mendapat izin kesesuaian syariah dari otoritas. Salah satunya adalah Linkaja Syariah. Hal ini bisa menjadi pilihan bagi kita yang ingin bertransaksi sesuai kaidah syariah tanpa unsur judi, gharar, dan riba.

Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, UINSU

Pos terkait