Anak Medan Meraih Dokter di Amerika, Doa Penyemangat Gapai Cita-cita

  • Whatsapp
Suyansh Sharma

" data-medium-file="https://www.rekatamedia.com/wp-content/uploads/2020/06/dokter-200x112.jpg" data-large-file="https://www.rekatamedia.com/wp-content/uploads/2020/06/dokter-600x350.jpg"/>
istimewa

UCAPAN adalah doa. Karenanya jangan sembarangan ucap dan berkatalah yang baik-baik agar selalu datang kebaikan. Itulah yang biasa dilakukan oleh orang bijaksana yang sejatinya akan berkata “hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan adalah doa”.

Hal inilah yang dirasakan pasangan Sunil dan Nona. Keduanya selalu berucap kepada putranya Suyansh Sharma agar kelak menjadi seorang dokter. Impian putranya yang dilahirkan 1 Agustus 1993 untuk menjadi seorang dokter terwujud setelah menyelesaikan studinya di Universitas ST.Geoge’s University Amerika Serikat pada Juni 2020.
“Saya selalu mengatakan kepada Suyansh Sharma, nanti kelak akan menjadi seorang dokter,” ujar Sunil mengenang masa lalunya.

Baca Juga:

 

Bahkan saat tamat sekolah taman kanak-kanak menjelang masuk sekolah dasar profil Suyansh diterbitkan di “Harian Analisa” edisi Minggu, 16 Mei 1999. Anak periang ini bercita-cita ingin terbang tinggi mengelilingi dunia dengan pesawat udara. Kala itu dia bercita-cita ingin jadi pilot dan bintang film Batman.

Kini Sunil dan Mona merasa bangga karena putra yang periang sejang kecil itu telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang dokter. Selain membanggakan kedua orangtuanya, Suyansh juga membanggakan Indonesia karena dia satu-satunya perwakilan negara Indonesia yang lulus seleksi masuk di perguruan tinggi terkenal ST Geoge’s University.

“Masuk ke ST Geoge’s University tidaklah mudah. Tiada hari tanpa belajar dan ujian. Apalagi tempatnya di pulau terpencil,” kenang Suyansh Sharma kepada “Analisa”, Selasa (9/6), melalui sambungan seluler.

Pisahkan diri

Dia mengisahkan, dirinya memutuskan untuk belajar di universitas kedokteran ST Geoge’s University Amerika, karena pelajaran di Amerika Serikat dibidang kesehatan lebih maju.

“Saya terinspirasi dari dokter-dokter dalam negeri yang bekerja di Amerika. Saya tahu bahwa untuk bisa dapat pekerjaan jadi dokter di negeri Paman Sam itu sulit. Butuh kerja keras dan disiplin karena kompetisi untuk orang internasional itu tinggi,” katanya.

Suyansh ke Amerika pertama kali pada usia 18 tahun di University of Tampa di Florida untuk program Bachelor of Science (BSC) bidang biologi dan kimia. Dia merasa sangat sulit untuk masuk sekolah dokter di Amerika. Daripada menunggu karena belum bisa masuk sekolah di Amerika Suyansh mengisi waktu luangnya bekerja di Research Laboratirium di University of South Florida spesialis elektrofisiologi jantung.

Pada saat bekerja Suyansh mendapat informasi salah satu universitas di Karribean bernama St. George’s University School of Medicine, membuka program sarjana dokter selama empat tahun. Dia pun ikut seleksi dan kuliah di universitas itu.

Memulai kuliah

Inilah awal Suyansh memulai kuliah di pulau bernama Grenada. Setelah dua tahun di pulau itu, kemudian mergikuti clinical rotation di New Jersey.

“Saya rotasi di beberapa rumah sakit Amerika sebagai mahasiswa. Tahun terakhir mulai praktik untuk bekerja.

Sistem di Amerika setelah graduasi (wisuda), bisa memilih bidang spesialis dalam program “ residency”. Tahun terakhir mulai menerapkan untuk pekerjaan di internal medicine. Pada bulan Maret, Suyansh menerima berita lewat email bahwa dia diterima bekerja di Internal Medicine salah satu rumah sakit di New Jersey.

“Tentu ini kabar yang membuat saya senang untuk memulai bekerja sebagai seorang dokter. Aku betul-betul gembira dapat kesempatan untuk jadi dokter di Amerika serikat. Dan saya percaya bahwa orang Indonesia juga bisa mewujudkan hal tersebut melalui kerja keras. Saya tidak pernah lupa nasihat dari guru matematika saya waktu di SMA Sutomo Medan. Bahwa sewaku stress bayangkan kamu sebagai pipa besi dan stress tersebut akan membengkokan untuk jadi sukses,” itu pesan yang selalu saya ingat.

Takut

Suyansh juga mengungkapkan, sewaktu belajar di luar negeri awalnya merasa takut. Karena seumur hidup baru pertama ke Amereka. Apalagi budaya dan gaya hidup di Amerika jauh berbeda dengan budaya di Kota Medan. Jadi banyak penyesuaian yang harus dilakukan, dan keadaan menempah dirinya untuk hidup lebih mandiri.

Setelah meraih gelar dokter dan bekerja di rumah sakit, langkah selanjutnya adalah untuk meningkatkan jenjang pendidikan dan keahlian untuk meraih spesialis jantung di Amerika.

Disinggung pengalaman yang paling berkesan selama kuliah di Amerika Serikat, Suyansh, tak bisa melupakan saat berada di Pulau Grenada tempatnya menimba ilmu kedokteran. Pulau tersebut sangat kecil. “Saya kaget saat sampai di airport. Saya berasa saya di hutan”. Hanya terdapat bangunan kampus yang cantik.
Sangat susah

Kuliah di Karibean itu sangat susah karena betul kompetetif. Dua tahun belajar tanpa henti. Di pulau itu tidak banyak distraksi karena tempatnya betul-betul simpel jadi semua sibuk belajar. Belum lagi soal makanan yang berbeda.
Sebelumnya di Karribean, Suyansh belajar di College University of Tampa. Tapi yang paling berkesan di University of Tampa adalah pertemanan. Berjumpa dengan orang-orang dari dari berbagai negara dan culture yang berbeda-beda.

“Susah sih pertama-tama karena tidak ada orang dari Indonesia”, kenang Suyansh, seraya menambahakan, kenangan ini kiranya bisa menjadi motivasi bagi anak-anak bangsa Indonesia untuk tidak takut menggapai mimpi.
Kini cita-cita Suyansh Sharma adalah untuk mewujudkan rumah sakit di Amerika dan membantu orang-orang Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Sunil dan Mona selaku orangtua menitipkan pesan agar Suyansh menjadi dokter yang bisa membantu orang-orang berkesusahan. “Jangan bekerja semata-mata karena materi, tapi abdikanlah ilmu yang dimiliki untuk banyak orang tanpa membeda-bedakan,” ujar Sunil.

Pos terkait