Moderasi Beragama Dalam Zaman Kekinian

  • Whatsapp
Foto: Internet

" data-medium-file="https://www.rekatamedia.com/wp-content/uploads/2020/08/Moderasi-Beragama-200x112.jpeg" data-large-file="https://www.rekatamedia.com/wp-content/uploads/2020/08/Moderasi-Beragama-600x350.jpeg"/>
Foto: Internet

Oleh: Muda Halomoan Rambe

Pengertian dari moderasi bisa dikatakan suatu kegiatan untuk melakukan peninjauan supaya tidak ada penyimpanan dalam aturan yang berlaku yang telah ditetapkan. Definisi moderasi bisa kita kaitkan dengan kegiatan untuk mengatur, memandu serta menengahi komunikasi interaktif baik yang berbentuk lisan ataupun tulis. Dan beragama yaitu sebagai sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Baca Juga:

Moderasi juga bisa kita definisikan dengan ajaran inti dalam agama. Yang di mana dalam pehaman keagamaan yang mungkin relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri. Beragam pemahaman dalam keagamaan yaitu sebuah fakta sejarah dalam Islam. Keragaman mungkin, salah satunya, disebabkan oleh dialektika antara teks dan realitas itu sendiri, dan cara pandangan kita terhadap posisi akal dan wahyu dalam menyelesaikan satu masalah. Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut adalah munculnya yang mengikut di belakang kata Islam.

Salah satu di antara ulama yang banyak menguraikan tentang moderasi adalah Yusuf Al-Qaradhawi. Dia adalah seorang tokoh ikhwan moderat dan sangat kritis terhadap pemikiran Sayyid Quthb, yang dianggap menginspirasi munculnya radikalisme dan ektrimisme serta paham yang menuduh kelompok lain sebagai thaghut atau kafir takfiri. Dia pun mengungkapkan bahwa rambu-rambu moderasi ini, antara lain: (1) pemahaman Islam secara komprehensif, (2) keseimbangan antara ketetapan syari’ah dan perubahan zaman, (3) dukungan kepada kedamaian dan penghormatan nilai-nilai kemanusiaan, (4) pengakuan akan pluralitas agama, budaya dan politik, dan (5) pengakuan terhadap hak hak minoritas.

Beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama. Seperti telah diisyaratkan sebelumnya, moderasi beragama merupakan solusi atas hadirnya dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ultrakonservatif atau ekstrem kanan disatu sisi, dan liberal atau ekstrem kiri disisi lain.

Beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik ditingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian. Dengan cara inilah masing-masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara terhormat, menerima perbedaan serta hidup bersama dalam damai dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.

Moderasi Hukum Islam

Moderasi hukum Islam pun harus digalakkan dalam hukum, baik antara teks maupun realitas selalu berjalan lurus dalam mengeluarkan sebuah hukum, karena maksud tuhan yang tertuang dalam Alquran dan hadits tak pernah bersebrangan dengan kemaslahatan umat manusia. Hasil ijtihad para ulama fuqaha yang melahirkan sebuah hukum sejatinya tetap harus memerhatikan prinsip fleksibilitas (almurunah). Karena pada hakekatnya tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah hukum senantiasa lahir dari pergumulan sosial kemasyarakatan yang sangat dinamis. Konsekuensi logis dari fakta ini adalah sebuah hukum bisa saja berubah dengan berubahnya konteks kemasyarakatan dimana hukum itu hendak di aplikasikan.

Moderasi Pemikiran Islam

Sementara dalam pemikiran Islam adalah mengedepankan sikap toleran dalam perbedaan. Keterbukaan menerima keberagamaan. Baik beragam dalam mazhab maupun beragam dalam beragama. Perbedaan tidak menghalangi untuk menjalin kerja sama, dengan asas kemanusiaan meyakini agama Islam yang paling benar, tidak berarti harus melecehkan agama orang lain. Sehingga akan terjadilah persaudaraan dan persatuan anatar agama, sebagaimana yang pernah terjadi di Madinah di bawah bimbingan Rasulullah.

Pandangan Alwi Shihab bahwa konsep Islam inklusif adalah tidak hanya sebatas pengakuan akan kemajemukan masyarakat, tapi juga harus diaktualisasikan dalam bentuk keterlibatan aktif terhadap kenyataan tersebut. Bahwa sikap inklusivisme yang dipahami dalam pemikiran Islam adalah memberikan ruang bagi keragaman pemikiran, pemahaman dan perpsepsi keislaman. Bahkkan paham ini menganggap kebenaran tidak hanya terdapat dalam satu kelompok saja, melainkan juga ada pada kelompok yang lain, termasuk kelompok agama sekalipun. Pemahaman ini berangkat dari sebuah keyakinan bahwa pada dasarnya semua agama membawa ajaran kesalamatan. Perbedaan dari satu agama yang dibawah seorang nabi dari generasi ke generasi hanyalah syariatnya saja.

Kesimpulan

Moderasi Islam mengedepankan sikap keterbukaan terhadap perbedaan yang diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu, moderasi Islam tercerminkan dalam sikap yang tidak mudah untuk menyalahkan apalagi sampai pada pengkafiran terhadap orang atau kelompok yang berbeda pandangan. Moderasi Islam lebih mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan pada asas kemanusiaan,bukan hanya pada asas keimanan atau kebangsaan. Dan marilah kita sama sama menghargai sesama beragam dalam Indonesia tidak ada merendahkan satu dengan yang lain.

Penulis: Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Pos terkait