Mengedepankan Amal Saleh Dalam Kehidupan

  • Whatsapp

Oleh: Drs. Ahmad Zuhri, MA

Allah menjadikan Islam sebagai agama Rahmatan lil’alamin, Melalui ajaran Islam, Allah swt begitu peduli kepada hamba-Nya dengan mengajarkan bagaimana berbuat amalan yang bersifat vertikal (hubungan dengan Allah) maupun yang bersifat horizontal (hubungan sesama manusia). Salah satu ajaran yang diberikan Allah kepada manusia adalah konsep beramal saleh. Konsep ini merupakan penghubung antara ajaran yang bersifat vertikal dengan horizontal. Bila tiada, maka kesempurnaan hidup terasa ada yang kurang. beramal saleh merupakan cerminan kepada kita bahwa Islam tidak hanya melihat urusan pribadi pada diri manusia (kesalehan individual), tetapi juga memantau manusia melalui persoalan-persoalan sosial yang dihadapinya (kesalehan sosial). Maka, seseorang akan menjadi manusia sempurna (insan kamil) dan berislam sempurna (Islam Kaaffah) bukan hanya ditinjau dari ibadahnya kepada Allah aja, namun juga realisasi amal salehnya.

Kata amal bermakna suatu perbuatan, dapat dilihat dari segi yang baik ataupun yang buruk. Dari segi yang baik maka digandengkan dengan kata saleh, sedangkan yang buruk digandengkan dengan kata su’/sayyiat. Oleh karenanya nilai kebaikan seseorang diukur melalui amal salehnya. Jika seseorang tersebut buruk pada tingkah lakunya, boleh jadi kebaikan amal sholehnya tidak ada didalam dirinya. Dan jika seseorang tersebut pada tingkah lakunya terdapat kebaikan boleh jadi amal saleh tersebut pun ada padanya.

Amal saleh merupakan manifestasi (pundi-pundi) atas keimanan seseorang. Amal saleh mempunyai feedback yang begitu mewah bagi seorang muslim. Allah swt berjanji akan memberi karunia bagi mereka yang istiqomah dalam beramal saleh. Tentunya, hal yang paling utama diberikan kepada orang-orang yang beramal saleh adalah Allah memberi pahala yang besar, sebagaimana dalam firman-Nya “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Maidah [5]: 9). Disisi lain, kehidupan seseorang menjadi lebih baik dengan amal saleh. Amalan saleh memberi dampak positif dan semakin memperteguh keimanan. Hingga pada akhirnya kita yakin bahwa pahala amalan saleh selalu menjadi jaminan atas diri kita dihadapan Allah kelak. Allah berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97). “…Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS. Maryam [19]: 76).

Di zaman milenial sekarang ini, melakukan amal saleh dari hal-hal terkecil sepertinya semakin minim dilakukan. Kalaupun ada, sepertinya hanya orang-orang yang menyandang grade “mukmin sejati” yang mampu mengimplikasikan dan memahami makna amal saleh tersebut. Sedangkan mayoritas dari kita seringkali beranggapan bahwa setiap perbuatan harus ada balasan seketika. Pada saat perbuatan dilakukan namun tidak mendapat balasan berarti, kita malah seringkali kecewa dan marah. Lebih parahnya lagi, kita malah mengajarkan hal yang salah dalam memahami makna berbuat baik. Sebagai contoh, ketika seorang anak kecil disuruh ibunya belanja ke warung, mindset awal agar anak mau berbuat adalah diberi imbalan atas perintah tersebut. Lambat laun, anak akan bekerja berdasarkan imbalan nyata. Suatu saat jika disuruh lalu tiada upah atas kerjaannya, anak cenderung menolak dengan berbagai alasan. Contoh kecil ini tentu akan memberi dampak kedepannya bagi sang anak, mengapa? Karena kualitas perbuatannya akan diukur dengan balasan atau imbalan yang layak didapatkan, bukan berdasarkan keikhlasan bekerja. Tanpa sadar, apapun pekerjaan sang anak kemudian hari, semua perbuatan harus dibalas dengan imbalan seketika sembari mengesampingkan arti penting berbuat/beramal saleh yang sesungguhnya.

Allah swt tentu telah menjamin ganjaran pahala lebih besar untuk setiap perbuatan yang mengedepankan prinsip amal saleh. Kalau kita kaji lebih dalam, antara pahala dan imbalan seketika yang diberi, secara logika terasa perbedaannya. Memang, imbalan yang didapatkan akan terasa langsung efek dan manfaatnya saat itu juga. Namun, mau sampai mana batas manfaat itu dirasakan? Tentu bentuk imbalan yang dianggap “besar” dan “banyak” tersebut tidak berarti apa-apa dihadapan Allah swt. Sungguh ia sang Maha Pemberi, apapun kebutuhan manusia didunia ini pasti dijamin oleh-Nya. Maka, jangan takut perbuatan saleh kita tak diberi ganjaran. Yang paling utama Allah harapkan dari hamba-Nya hanyalah keikhlasan hati dalam melakukan perbuatan, bukan sekedar mengharapkan imbalan.

Amal saleh yang dikerjakan manusia hakikatnya tidak untuk Allah swt, tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri baik selama hidup didunia maupun diakhirat kelak. Konsistensi dalam berbuat baik juga jangan sampai kendur. Kalau berbuat baik, jangan sampai merasa seolah-olah sudah banyak dan mencukupkannya. Perintah untuk konsisten dalam beramal sejatinya kembali kepada kepentingan manusia itu sendiri. Islam memberi kita dorongan untuk terbiasa berbuat baik tanpa pernah meninggalkan hingga pada akhirnya akan menjadi habit positif kita sehari-hari. Tentu ini merupakan kebiasaan yang paling baik dalam mengharapkan imbalan langsung dari Allah swt. Nabi bersabda, “Siapa yang membiasakan suatu sunah (tradisi) yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahalanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Kehidupan di dunia ini hanya sementara. Tentu iman harus tetap termotivasi berbuat/beramal saleh setiap saat. Hanya amal saleh yang akan menemani perjalanan kita setelah meninggalkan dunia nanti. Paling utama, manfaatkan waktu untuk beribadah sebaik mungkin, kemudian sokonglah ia dengan beramal saleh. Jika dikaruniai kelebihan harta misalnya, berinfaklah. Jika diberikan ilmu, manfaatkan dan ajarkanlah. Bantulah orang yang membutuhkan. Sekecil apapun kesempatan berbuat baik hadir, kita harus mampu memaksimalkannya. Keistimewaan amal saleh akan menjadikan manusia mulia disisi Allah. Maka tatkala seorang muslim telah wafat, seluruh amal saleh yang sudah dikerjakan semasa hidupnya akan dihitung sebagai pahala.

Amal saleh tentu tidak hanya amalan yang bersifat ritual, namun juga termasuk kepada aspek lainnya seperti etika, moral dan sosial. Saat dilakukan, amal saleh mendatangkan manfaat bagi pelakunya, sekaligus memberikan efek baik kepada orang lain. Amalan saleh yang dilakukan tidak hanya dilakukan untuk mencari pahala dan keuntungan duniawi semata, melainkan juga mencari keridhaan-Nya. Tentulah pahala bagi mereka yang tulus melakukannya. Betapa nikmatnya pahala tersebut selalu mengalir kepada pelakunya, baik saat masih hidup hingga ia meninggal.

Semua ciptaan Allah di dunia ini pasti akan kembali kepada-Nya. Sebagai salah satu ciptaan-Nya, manusia pasti kembali melalui kematian. Karenanya, seorang muslim dituntut berada dalam keadaan tunduk dan patuh kepada Allah Swt, karena kematian selalu mengintai 24 jam setiap harinya. Seorang muslim dilarang menunda-nunda ibadah dan amal saleh yang hendak dikerjakan, karena ia tidak tahu kapan kematian menjemputnya. Ibadah dan amal salehnya akan menjadi bekal untuk menghadap Allah swt. Allah berfirman: “….Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”.(QS. Al-Kahfi [18]: 110). Jika seorang telah beriman, kematian bukanlah masalah. Yang terpenting bukan kapan ia meninggal dunia, melainkan bagaimana keadaannya saat meninggal dunia, apakah tunduk kepada Allah dengan segala ibadah dan amal salehnya atau durhaka kepada Allah Swt. Wallahu A’lam bi Shawab.