Medan- Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dr Rulli Nasrullah, MSi menegskan, sebagai akademisi maupun peneliti harus memerhatikan empat hal ; dimulai darikarya ilmiah, materi kuliah, pendapat dan prosiding. Dari empat ini ada sela-sela orang menulis buku karena memang ada anggaran dari kampus.
Demikian disampaikan pada Webinar “Strategi Menulis Buku yang Kreatif”, yang diselenggarakan Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (FPPTMA) Korwil Sumut-Aceh, Magister Ilmu Komunikasi UMSU, UMSU Press, Lembaga Publikasi Ilmiah UMSU, dan Prenada Media Group.
Dia menambahkan, ada program untuk kenaikan pangkat, untuk keputusan menjadi lector kepala biasanya diperlukan jurnal 1 dan buku 1. Kemudian, setiap dosen dan peneliti atau praktisi tidak tahu menulis adalah pertanyaan serius. Persoalannya setiap orang diberikan kemampuan untuk memujudkan kreativitas. Termasuk di dalam bentuk tulisan karena tidak ada satupun di dunia ini yang sebenarnya baru yang ada hanya menulis ulang. Dia mencontohkan bagaimana menulis salat subuh. Salat subuh dua rekaat, hadishnya sama. Tetapi judulnya beda-beda, tetapi sama aja intinya hanya saja penulisan beda-beda.
Dicontohkan juga buku “Indahnya Surga”, dan “21 Upaya Terbebas dari Api Neraka”. Pertanyaannya apakah penulis memiliki pengalaman masuk neraka atau surga dan “Sedihnya Siksaan Neraka”. Yang diperlukan hanya imajinasi dan kreativitas. Ketika berbicara dosen,
Banyak dosen yang pandai mengajar, bahkan tahan sampai 4 jam. Tetapi, tidak menggunakan buku. Dosen bisa ngomong tapi untuk menulis buku tidak bisa. Disampaikan Kang Arul ini terjadi karena menulis itu dimulai 1. Menulis ketika perlu? 2. Kebiasaan dimana gairah menulis turun, 3. Aktivitas yang padat, 4. Berkutat dengan administrasi dan banyak akademisi yang berkutat dengan administrasi.
Dia menyarankan, untuk menulis buku sebaiknya; 1. Buatlah 5-10 halaman draf sebelum memberikan kuliah, 2. Saat memberikan kuliah rekam pemaran dosen dengan menggunakan alat perekam atau aplikasi mengubah suara menjadi teks, 3. Tambah beberapa contoh dan defenisi dari buku-buku. 4. Setelah 14 kali pertemuan mulai perbaikan draft tulisan dan penulis harus memerhatikan kontens dan luaran. Harus sebanding. Maka menulis harus dengan topik yang sesuai dengan kepakaran atau keahlian masing-masing.
Rektor UMSU diwakili Wakil Rektor I, Dr Muhammad Arifin Gultom, SH, MHum mengatakan banyak dosen yang tidak memiliki buku salah satunya karena tidak memiliki kemampuan menulis. Tulisan-tulisan ilmiah seperti tesis atau disertasi sudah mulai menggali terhadap pemikiran-pemikirna, seperti pemikiran Al Gazali, Syafii Maarif ditulis dalam disertasi. Tapi, begitu dasar sebuah buku yang disampaikan penulis, sehingga orang bisa mengetahui pokok-pokok pemikiran sekalipun penulisnya tidak ada di dunia. “Kita harus mempunyai tulisan yang bisa dibaca masyarakat sehingga pemikiran-pemikiran tetap menggalir di dalam pemikiran yang dilanjutkan pembaca berikutnya. UMSU sangat mendukung sekali webinar yang diselenggarkaan FPPTMA di mana UPT Perpustakaan UMSU merupakan koordinatornya. Apalagi, berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Penerbit Prenada Media Group. Dari webinar ini diharapkan semua peserta berlomba-lomba melahirkan tulisan-tulisan,”katanya.
Ketua Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (FPPTMA), Drs Lasa HS, M.Si. Dalam sambutannya disampaikan menjadi penulis harus memulai dan jangan takut dikritik karena memang salah satu yang menyebabkan penulis itu terhambat takut terhadap kritikan. “FPPTMA sangat mendukung kegiatan ini dan merupakan program yang disarankan untuk setiap koordinator wilayah FPPTMA se Indonesia,” katanya.
Pemateri lain, A.Kasyful Anwar, Lc menyampaikan materi berjudul “New Normal Penerbitan Buku”. Adapun point-point yang disampaikan ;Langkah pertama memilih penerbit yang ditentunya harus disesuaikan. Pilihlah penerbit yang bisa menerbitkan tulisan penulis. Misalnya, penerbit yang focus buku akademik maka bisa memilih penerbit yang focus pada penerbitan buku akademik. Jika penerbitnya fiksi maka jangan pernah ke penerbit yang fokus penerbit akademik karena akan sulit diterima. Faktor-faktornya karena memang tidak semua penerbit itu fokus terhadap penerbitan seluruh jenis buku. Penulis diharapkan untuk melakukan riset terlebih dahulu penerbit mana yang cocok untuk tulisan bapak ibu.
Penulis harus memilih penerbit yang memiliki skala penerbitan misalnya memiliki kantor fisik, atau cabang di kantor pusat. Seberapa jauh pemasaran. Di beberapa tempat saat ini, ada penerbit yang tidak memiliki kantor fisik, biasanya penerbit penerbit Indie. Sebenarnya penerbit seperti sah-sahnya saja, hanya saja harus diperhatikan adalah resiko. Kadang-kadang masih rintisan maka gagal berkembang juga ada. Artinya, naskah yang diberikan kepada penerbit Indie ada kemungkinan untuk penerbitnya bisa hilang jika tidak berjalan dan berkembang.
Kejelasan prosedur dan administrasi, bagaimana prosedur tersebut dilaksanakan dan selama ini penerbit tersebut berintegrasi dan biasanya memiliki trackrecord yang baik. Reputasi penerbit ditentukan oleh mereka yang selama diajak kerjasama. Tampak memberikan sambutan, Sekretaris Magister Ilmu Komunikasi, Muhammad Thariq, MPd, moderator Kepala LPI UMSU, Muhammad Irfan Nasution, MM.