Medan-Kendati telah berusia hampir 90 tahun, Al Jam’iyatul Washliyah masih mencari keberadaan bukti-bukti otentik berupa arsip maupun dokumen terkait proses berdirinya organisasi tersebut di Kota Medan, Sumatera Utara pada 30 November 1930, termasuk ‘akte pengakuan’ dari pemerintah Belanda di masa itu.
“Ini menjadi sebuah tantangan bagi kita, yaitu salah satunya adalah mencarikan heritage yang membuktikan bahwa Al Washliyah memang berdiri pada 30 November 1930,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah KH Dr H Yusnar Yusuf Rangkuti MA dalam kegiatan ‘Live Webinar Penelusuran Benda-Benda Bersejarah Al Washliyah’ yang diselenggarakan Panitia Pendirian Museum Al Washliyah, Sabtu (4/7/2020) melalui aplikasi Zoom.
Pendirian Museum
Terkait upaya pendirian Museum Al Washliyah yang berlokasi di gedung bersejarah Maktab/Madrasah Islamiyah Tapanuli belakang Masjid Gang Bengkok, Kesawan, Medan, yang digagas dan dimotori Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara, Yusnar mengaku sangat sepakat dan mendukungnya.
“Sebagai suatu heritage, tentunya museum harus dicarikan benda-benda yang bersejarah. Dan benda yang paling bersejarah tentang Al Washliyah pada masa kini menurut saya adalah bukti yang berkaitan dengan pendirian Al Jam’iyatul Washliyah pada tanggal 30 November 1930,” ujarnya.
Yusnar yang pernah memimpin Museum Istiqlal dan Museum Alquran TMII, Jakarta, mengaku pihaknya telah menelusuri ke berbagai tempat bahkan hingga menyurati Kedutaan Besar di Belanda, untuk mencari keberadaan bukti-bukti sejarah terkait berdirinya Al Washliyah pada 30 November 1930. Namun tidak menemukan hasil.
Dalam satu artikel yang pernah ditulis Antropolog Prof Dr H Usman Pelly MA, katanya, ada disebutkan
dua hari setelah berdirinya Al Washliyah tanggal 30 November 1930, berbagai media di Medan memberitakannya termasuk salah satunya surat kabar Sinar Deli.
“Kami telusuri itu sampai ke Perpustakaan Nasional. Terus sampai ke Perpustakaan Belanda yang ada di Yogyakarta. Kami tidak menemukan itu di dalam media nasional termasuk di media Sinar Deli yang terbit pada 1912. Kemudian kami telusuri lagi sampai ke Netherland (Belanda). Kami surati Kedutaan kita di sana. Namun pihak Kedutaan mengatakan ‘Kami belum tahu tentang itu. Tolong ditelusuri, Anda datang ke sini, datang ke universitas apakah ke Utrecht ataukah ke Leiden.’ Itulah yang belum dapat kami lakukan,” ungkap Yusnar.
Buku Seperempat Abad Al Washliyah
Menurutnya sementara ini hanya buku “Seperempat Abad Al Washliyah” yang menjadi dasar pegangan bagi mereka. Tetapi mereka belum bisa menemukan di mana keberadaan dokumen-dokumen terkait proses berdirinya Al Washliyah yang merupakan heritage atau warisan para tokoh-tokoh pendiri.
Dalam buku ‘Seperempat Abad Al Washliyah’ dikatakan bahwa semua dokumen itu dulu ada dan diletakkan di menara Masjid Gang Bengkok, kawasan Kesawan, Kota Medan. Tetapi saat masa penjajahan Jepang, semua dokumen itu hancur dan tidak terlihat lagi barangnya.
Karenanya Yusnar berharap Museum Al Washliyah dapat segera terwujud. Sebab dengan adanya museum itu, barang-barang heritage yang nantinya berhasil dikumpulkan akan menjadi bukti bahwa Al Washliyah memang berdiri 30 November 1930.
“Kenapa demikian? Karena memang perkembangan zaman di republik ini, ada aturan UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas, di mana nanti kepada setiap ormas akan diminta menunjukkan mana bukti bahwa ormas tersebut berdiri tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian. Sampai hari ini, (bukti) itu tidak kita (Al Washliyah) peroleh,” ujar Yusnar.
Dalam kesempatan itu Yusnar mengapresiasi Ketua PW Al Washliyah Sumut Dr H Dedi Iskandar Batubara MSP dan Panitia Museum Al Washliyah yang bisa menghadirkan Prof Usman Pelly, Prof H Hasballah Thaib MA, dan H Lukman Yahya yang menurutnya merupakan orang-orang yang banyak mengetahui sejarah Al Washliyah, sebagai narasumber webinar itu.
Cek ke Leiden
Sementara itu Prof Usman Pelly menegaskan saat ini adalah momentum paling berharga bagi Al Washliyah untuk mengukuhkan pendirian Museum Al Washliyah dan semua pihak harus ikut menyukseskannya.
“Satu hal yang penting supaya kita tidak buta sejarah, artefak-artefak dan dokumen-dokumen itu kewajiban kita untuk mencarinya. Saya pun akan mencari sejauh mungkin. Bahkan saya pun akan berusaha mengumpulkan kembali tulisan-tulisan saya yang di muat di koran mana saja. Karena koran itu juga otentik ya daripada tulisan sendiri,” katanya.
Apabila mendapatkan keraguan-keraguan tentang suatu dokumen, ia menyarankan Panitia Museum Al Washliyah mengeceknya ke Leiden (universitas di Belanda-red) untuk memastikan kebenarannya.
Usman Pelly mengaku dulu pun ia rajin ke Leiden untuk mengecek beberapa dokumen. Begitu juga juga di Jerman, banyak dokumen-dokumen penting terkait sejarah di tanah air khususnya Sumut yang tersimpan di negara itu.
“Kenapa bisa begitu? Karena kita ini dahulu tidak begitu acuh kepada sejarah. Dan kita ini juga selalu lupa pada sejarah. Tidak mengindahkan sejarah. Bahwa kita ini dibudak atau hasil daripada sejarah. Itu kadang-kadang tidak kita perhatikan. Dan karena itu pula selalu ada salah paham di antara kita,” pungkas Prof Usman Pelly.
Terkait sangat sulitnya mendapatkan dokumen-dokumen terkait sejarah pendirian Al Washliyah juga diakui Ketua Panitia Museum Al Washliyah Dr Phil Ichwan Azhari yang memandu webinar itu.
“Kami (panitia) sudah hampir sebulan ini bekerja, kami juga belum menemukan bukti-bukti otentik berupa arsip berkaitan dengan sejarah lahirnya Al Washliyah. Terutama tentang sebuah dokumen yang seharusnya kita miliki, yakni pengakuan Pemerintah Belanda pada waktu itu tentang akte pendirian Al Washliyah tahun 1930,” kata Sejarawan yang membidani pendirian sejumlah museum di Sumut ini.
Ia mengakui hal yang menjadi tantangan bagi Panitia Museum Al Washliyah adalah pertama, mendapatkan bukti-bukti otentik proses kelahiran Al Washliyah; kedua, mengumpulkan karya-karya ulama Al Washliyah pada masa itu; dan ketiga, mendapatkan arsip-arsip berkaitan notulen rapat awal-awal pendirian Al Washliyah.
Sebelumnya Ketua PW Al Washliyah Sumut Dedi Iskandar Batubara mengatakan pihaknya menargetkan Museum Al Washliyah di-launching dan diresmikan tanggal 30 November 2020 tepat di ulang tahun ke-90 Al Washliyah.
Webinar ini menurutnya merupakan rangkaian dari tahapan pendirian Museum Al Washliyah. Meski belum genap sebulan sejak mereka SK-kan, Panitia Pendirian Museum yang dipimpin Sejarawan Dr H Ichwan Azhari MPhil dinilainya telah melakukan sejumlah kegiatan untuk akselerasi pendirian museum, termasuk yang saat ini masih berlangsung, terkait pengumpulan benda-benda bersejarah untuk koleksi Museum Al Washliyah.
“Kami mengharapkan, mengajak, mengimbau segenap warga Al Washliyah dan seluruh masyarakat, serta juga Pemerintah Kota Medan dan Pemprov Sumut untuk kiranya dapat membantu terwujudnya Museum Al Washliyah, agar itu nantinya dapat kita wariskan untuk anak cucu kita kelak,” ujar Dedi yang juga Senator asal Sumut.
Webinar tersebut turut diikuti peserta dari unsur pengurus PW dan Pimpinan Daerah serta organ bagian Al Washliyah di Sumut. ()